SEMRAWUTNYA pengelolaan reklame sama dengan amburadulnya konstruksi reklame di Batam. Bahkan, sebagian dari reklame tersebut telah mengabai estetika atau keindahan kota.
Pantauan Tribun di kawasan Jodoh dan Nagoya, keberadaan reklame hampir berjejer di sepanjang jalan terutama persimpangan. Bahkan ada reklame yang berdiri di tengah-tengah perempatan seperti di depan Hotel Planet Holiday, Jodoh.
Padahal semula OB sempat menolak memebrikan izin pemasangan reklame di titik tersebut dengan alasan bukan titik pemasangan reklame. Namun ternyata sekarang berbeda. Reklame berbentuk layar raksasa ini belum sampai satu bulan dipasang di sana. Keberadaan reklame milik sebuah perusahaan rokok di tengah Jl Raja Ali Haji ini mendapat keluhan beberapa pengendara.
“Saya minta dinas terkait untuk segera menertibkan billboard-billboard yang berdiri di taman, ruang terbuka hijau, dan median jalan seperti itu,” tunjuk Jubron, seorang warga.
Menurutnya, jika malam hari ia menaiki kendaraan dari arah Bukit Senyum atau dari Tanah Longsor saat membelok akan berhadapan langsung dengan billboard tersebut. Pancaran cahaya dari billboard itu mengganggu pandangan pengendara seketika. Ia menilai keberadaan kerangka besi itu juga menyilaukan mata dan mengganggu estetika kota.
Pendapat sama diungkapkan seorang karyawan bank swasta yang tidak ingin disebutkan namanya. “Saya pernah mau ditabrak sama pengendara motor. Saya perhatikan dia dari spion, ternyata dia sedang lihat billboard. Untung nggak jadi nabrak kendaraan saya,” ujarnya.
Rp 2 juta per tahun
Pantauan Tribun di kawasan Jodoh dan Nagoya, keberadaan reklame hampir berjejer di sepanjang jalan terutama persimpangan. Bahkan ada reklame yang berdiri di tengah-tengah perempatan seperti di depan Hotel Planet Holiday, Jodoh.
Padahal semula OB sempat menolak memebrikan izin pemasangan reklame di titik tersebut dengan alasan bukan titik pemasangan reklame. Namun ternyata sekarang berbeda. Reklame berbentuk layar raksasa ini belum sampai satu bulan dipasang di sana. Keberadaan reklame milik sebuah perusahaan rokok di tengah Jl Raja Ali Haji ini mendapat keluhan beberapa pengendara.
“Saya minta dinas terkait untuk segera menertibkan billboard-billboard yang berdiri di taman, ruang terbuka hijau, dan median jalan seperti itu,” tunjuk Jubron, seorang warga.
Menurutnya, jika malam hari ia menaiki kendaraan dari arah Bukit Senyum atau dari Tanah Longsor saat membelok akan berhadapan langsung dengan billboard tersebut. Pancaran cahaya dari billboard itu mengganggu pandangan pengendara seketika. Ia menilai keberadaan kerangka besi itu juga menyilaukan mata dan mengganggu estetika kota.
Pendapat sama diungkapkan seorang karyawan bank swasta yang tidak ingin disebutkan namanya. “Saya pernah mau ditabrak sama pengendara motor. Saya perhatikan dia dari spion, ternyata dia sedang lihat billboard. Untung nggak jadi nabrak kendaraan saya,” ujarnya.
Rp 2 juta per tahun
Kepala Cabang Rokok Djarum, Devi Purwanto, membenarkan bahwa pihaknya yang punya iklan monitor raksasa di simpang Jodoh ini. “Memang iklan itu milik kami, tapi yang mengurus perizinan kami serahkan ke perusahaan Advertising Pekanbaru. Silakan tanya kesana karena mereka yang mengurus segala bentuk perizinan,” kata Devi, Senin (1/3).
Pengelola Advertising, Yunus, menyebut izin pemasangan iklan itu didapat dari Dispenda Kota Batam. “Saya mendapat izin titik melalui Dispenda yang mengurus ke Kimnakersos. Yang jelas diberikan izin tentu kami tayang,” katanya.
“Menyangkut berapa biaya pengurusan saya lupa tapi tidak banyaklah,” tambahnya. Ketika ditanya berapa pembayaran pajaknya? Yunus mengatakan tidak tahu. Namun sebagai gambaran untuk iklan slide dengan ukuran seperti itu di Pekanbaru, Padang, dan Medan sebesar Rp 2 juta per tahun.
Biaya ini diperkirakan tidak jauh beda dengan di Batam tapi angka persisnya Yunus mengaku tidak tahu. Soalnya yang menyetorkan pembayaran adalah orang lain.
Kebijakan Pemko maupun OB mengizinkan penayangan reklame di lokasi tersebut tentu menuai pertanyaan. Sesuai Perda No 6 tahun 2007 tentang pajak dan retribusi daerah, tidak dibenarkan pemasangan iklan di median jalan mau pun bundaran.
Ketua APPB, Sarno Ahmad, mengatakan selama ini sesuai dengan ketentuan di setiap median jalan maupun di bundaran tidak dibenarkan memasang iklan. “Kami tidak berani mengambil resiko memasang iklan di median jalan. Jika ada yang minta iklan di median jalan, kami tidak mau mengurusnya, karena kami tidak mau melanggar aturan,” cetus dia.
Kenyataan ini tentu mengherankan. Pemko-OB berseteru mengenai pengelolaan titik reklame namun menyangkut izin titik reklame monitor di bundaran Planet , mereka justru kompak mengeluarkan izin bersama-sama.
Namun demikian Fitrah Kamaruddin membantah dirinya telah memberikan izin reklame di bundaran itu. “Saya tidak memberikan izin reklame di bundaran itu. Kalau ada berdiri reklame di sana bukan seizin saya. Saya mohon jangan saya yang diadu-adu dengan Pemko,” singkatnya. (tia/hat)