Berkat Menabung
Kamis, 11 Maret 2010
Dari penampilan, Guntoro Dewanto bukan orang hebat. Namun di balik penampilan sederhana, ia punya perjuangan hidup yang patut diacungi jempol. Ia sukses menjadi pedagang bakso dan makanan.
PRIA kelahiran Malang, 24 Oktober 1969, ini masih terlihat sangat muda. Namun dia sudah memiliki satu putra dan seorang putri. Padahal saat merantau ke Batam, sekitar tahun 2001, ia merintis nasib sebagai tukang ojek.
Sebelumnya ia sempat menjadi sopir truk di Pontianak. Setelah tiga tahun ia pulang ke Malang, dan bekerja di sebuah pabrik rokok. Di sini juga sekitar tiga tahun dia menjadi sopir dan sales.
Meski saat hijrah ke Batam, ibu kandungnya Ida Susanti sudah lebih dulu menetap di Batam, dengan membuka kios, Guntoro justeru memilih mandiri.
Hampir dua tahun ia mengojek, dengan mangkal di bawah pohon depan sebuah ruli di Jalan Sriwijaya, Pelita. “Saya tidur di bawah pohon hampir dua tahun. Saya memiliki kamar kos, namun saya jarang menempatinya. Saya lebih suka tidur di bawah pohon siang malam, karena lokasi tempat mengojek saya lebih dekat dari tempat saya istirahat itu,” kenang Guntoro.
Selama mengojek, penghasilannya sehari sempat mencapai Rp 200 ribu. Ia pun bisa menabung. Namun belakangan ia sepi pelanggan dan hanya mengantongi sekitar Rp 40 ribu sehari. Merasa tidak punya masa depan sebagai pengojek, dia banting stir menjadi karyawan perusahaan penjual penetral (filter) air. Di sana ia menjadi kurir surat dan menyambi pekerjaan ringan lainnya.
“Alhamdulillah saya bisa bekerja dengan baik. Terkadang bonus bekerja saya melebihi gaji. Saya selalu menyisihkan uang untuk ditabung,” kenang Guntoro.
Merasa perusahaan tempatnya bekerja akan bangkrut, ia pun memilih mundur. Uang hasil tabungannya pun ia manfaatkan untuk membeli peralatan warung makan.
Akhirnya ia memutuskan untuk berdagang makanan dan minuman. “Dari situlah saya dan isteri mulai menekuni usaha rumah makan. Semuanya saya awali dari nol, kuncinya adalah sabar dan berdoa,” sebutnya.
Saat ini Guntoro sudah memiliki sebuah rumah di Bona Vista, Batam Centre. Dengan hasil warung itu, ia bisa menguliahkan anak pertamanya. Sementara anak keduanya masih duduk di SMP.
“Ada beberapa kawan-kawan saya yang meminjam uang. Sampai sekarang tidak ada pengembalian. Namun saya anggap itu sedekah. Alhamdulillah, justru warung dan usaha saya semakin lancar,” gumannya. Ia pun menyarankan kepada semua kawan-kawan yang ingin sukses agar memanfaatkan waktu dengan semaksimal mungkin. Jangan pernah melewatkan waktu dengan begitu saja. (candra p pusponegoro)
Kamis, 11 Maret 2010
Dari penampilan, Guntoro Dewanto bukan orang hebat. Namun di balik penampilan sederhana, ia punya perjuangan hidup yang patut diacungi jempol. Ia sukses menjadi pedagang bakso dan makanan.
PRIA kelahiran Malang, 24 Oktober 1969, ini masih terlihat sangat muda. Namun dia sudah memiliki satu putra dan seorang putri. Padahal saat merantau ke Batam, sekitar tahun 2001, ia merintis nasib sebagai tukang ojek.
Sebelumnya ia sempat menjadi sopir truk di Pontianak. Setelah tiga tahun ia pulang ke Malang, dan bekerja di sebuah pabrik rokok. Di sini juga sekitar tiga tahun dia menjadi sopir dan sales.
Meski saat hijrah ke Batam, ibu kandungnya Ida Susanti sudah lebih dulu menetap di Batam, dengan membuka kios, Guntoro justeru memilih mandiri.
Hampir dua tahun ia mengojek, dengan mangkal di bawah pohon depan sebuah ruli di Jalan Sriwijaya, Pelita. “Saya tidur di bawah pohon hampir dua tahun. Saya memiliki kamar kos, namun saya jarang menempatinya. Saya lebih suka tidur di bawah pohon siang malam, karena lokasi tempat mengojek saya lebih dekat dari tempat saya istirahat itu,” kenang Guntoro.
Selama mengojek, penghasilannya sehari sempat mencapai Rp 200 ribu. Ia pun bisa menabung. Namun belakangan ia sepi pelanggan dan hanya mengantongi sekitar Rp 40 ribu sehari. Merasa tidak punya masa depan sebagai pengojek, dia banting stir menjadi karyawan perusahaan penjual penetral (filter) air. Di sana ia menjadi kurir surat dan menyambi pekerjaan ringan lainnya.
“Alhamdulillah saya bisa bekerja dengan baik. Terkadang bonus bekerja saya melebihi gaji. Saya selalu menyisihkan uang untuk ditabung,” kenang Guntoro.
Merasa perusahaan tempatnya bekerja akan bangkrut, ia pun memilih mundur. Uang hasil tabungannya pun ia manfaatkan untuk membeli peralatan warung makan.
Akhirnya ia memutuskan untuk berdagang makanan dan minuman. “Dari situlah saya dan isteri mulai menekuni usaha rumah makan. Semuanya saya awali dari nol, kuncinya adalah sabar dan berdoa,” sebutnya.
Saat ini Guntoro sudah memiliki sebuah rumah di Bona Vista, Batam Centre. Dengan hasil warung itu, ia bisa menguliahkan anak pertamanya. Sementara anak keduanya masih duduk di SMP.
“Ada beberapa kawan-kawan saya yang meminjam uang. Sampai sekarang tidak ada pengembalian. Namun saya anggap itu sedekah. Alhamdulillah, justru warung dan usaha saya semakin lancar,” gumannya. Ia pun menyarankan kepada semua kawan-kawan yang ingin sukses agar memanfaatkan waktu dengan semaksimal mungkin. Jangan pernah melewatkan waktu dengan begitu saja. (candra p pusponegoro)