Kesaksian meringankan datang dari Prof Masyhur Effendi SH MS dalam kasus dugaan perjudian terhadap terdakwa gelanggang permainan (gelper) ketangkasan elektronik Scorpion, yang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, beberapa waktu lalu.
Saat ketua majelis persidangan, Sorta Ria Neva mengetok palu tanda sidang dimulai, wajah para penasehat hukum dan terdakwa tampak berseri-seri. Dalam persidangan kali ini, Masyhur sebagai saksi ahli a de chart (saksi yang meringankan para terdakwa) menjelaskan secara ilmiah tentang aspek hukum gelper. Pasal demi pasal yang didakwakan, ia jelaskan secara gamblang.
Menurutnya, hukum moderen adalah sebuah hukum yang tidak diskriminatif. Bahkan ia sangat tidak sepakat jika gelper dilarang karena dasar hukumnya sudah bersifat legal.
Selain itu, ia meminta agar para penegak hukum seperti hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan aparat penegak hukum lainnya harus melihat tiga aspek hukum seperti asas keadilan, kepastian, dan manfaat.
“Permainan seperti ini banyak. Di Jakarta, Malang, Surabaya, dan kota lainnya marak. Justru di Batam ini harus ada kelonggaran dalam penyelenggaraan ini, karena Batam tempat yang sangat stategis. Ketika izin sudah diberikan oleh pejabat yang berwenang maka tidak ada perbuatan melawan hukum,” tegas Masyhur.
Dosen S3 Universitas Jayabaya Jakarta juga menjelaskan bahwa arti judi secara harfiah adalah permainan untung-untungan. Sementara dalam gelper tidak ditemukan unsur judi karena semua permainannya berpijak kepada ketangkasan.
Uang, lanjut dia, merupakan salah unsur dalam permainan judi itu sendiri. “Dalam kaitan kasus ini, semua pihak harus menanggung semua resikonya. Baik dari pejabat pemberi izin, pihak pengelola, dan pelaksana di lapangan. Semua merupakan tanggung jawab bersama. Jadi jangan pelaksana dan pemain di lapangan yang ditangkap,” imbuhnya.
Dia juga membeberkan jika secara prosedur hukum sudah dilewati dan mendapatkan surat izin, maka usaha gelper sebagai pendongkrak kunjungan wisata di Batam adalah legal. Sehingga kalau di lapangan terjadi kesalahan dalam izin prosedural maka yang salah ada di bidang administratif.
Permainan elektronik (gelper) di Scorpion Hotel Formosa yang digerebek oleh aparat kepolisian beberapa bulan lalu menjadi perbincangan publik yang hangat. Selain itu, permainan serupa yang mirip dengan gelper-gelper lain yang berada di luar Batam tumbuh subur dan menjamur.
Di akhir persidangan, hujan interupsi datang bergantian dari penasehat hukum terdakwa karena jaksa penuntut umum (JPU) berencana akan menghadirkan juga saksi ahli dalam persidangan minggu depan. Mereka antara lain Indriyanto Senoaji, guru besar ilmu hukum Universitas Khrisna Dwipayana (Unkris) Jakarta, Dr Rudi Satrio SH MH, dan Nurul Huda.
“Kami sudah panggil mereka, tapi karena sibuk ya belum bisa hadir,” ujar JPU Antoni. Pada sidang lalu, penasehat hukum (PH) yang mendampingi 11 terdakwa itu terdiri dari Edi Rustandy SH MH, Raja Azman SH, Agus Riawantori SH, Ade Trini Hartaty SH MH, dan Edward Sihotang SH.
Saat ketua majelis persidangan, Sorta Ria Neva mengetok palu tanda sidang dimulai, wajah para penasehat hukum dan terdakwa tampak berseri-seri. Dalam persidangan kali ini, Masyhur sebagai saksi ahli a de chart (saksi yang meringankan para terdakwa) menjelaskan secara ilmiah tentang aspek hukum gelper. Pasal demi pasal yang didakwakan, ia jelaskan secara gamblang.
Menurutnya, hukum moderen adalah sebuah hukum yang tidak diskriminatif. Bahkan ia sangat tidak sepakat jika gelper dilarang karena dasar hukumnya sudah bersifat legal.
Selain itu, ia meminta agar para penegak hukum seperti hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan aparat penegak hukum lainnya harus melihat tiga aspek hukum seperti asas keadilan, kepastian, dan manfaat.
“Permainan seperti ini banyak. Di Jakarta, Malang, Surabaya, dan kota lainnya marak. Justru di Batam ini harus ada kelonggaran dalam penyelenggaraan ini, karena Batam tempat yang sangat stategis. Ketika izin sudah diberikan oleh pejabat yang berwenang maka tidak ada perbuatan melawan hukum,” tegas Masyhur.
Dosen S3 Universitas Jayabaya Jakarta juga menjelaskan bahwa arti judi secara harfiah adalah permainan untung-untungan. Sementara dalam gelper tidak ditemukan unsur judi karena semua permainannya berpijak kepada ketangkasan.
Uang, lanjut dia, merupakan salah unsur dalam permainan judi itu sendiri. “Dalam kaitan kasus ini, semua pihak harus menanggung semua resikonya. Baik dari pejabat pemberi izin, pihak pengelola, dan pelaksana di lapangan. Semua merupakan tanggung jawab bersama. Jadi jangan pelaksana dan pemain di lapangan yang ditangkap,” imbuhnya.
Dia juga membeberkan jika secara prosedur hukum sudah dilewati dan mendapatkan surat izin, maka usaha gelper sebagai pendongkrak kunjungan wisata di Batam adalah legal. Sehingga kalau di lapangan terjadi kesalahan dalam izin prosedural maka yang salah ada di bidang administratif.
Permainan elektronik (gelper) di Scorpion Hotel Formosa yang digerebek oleh aparat kepolisian beberapa bulan lalu menjadi perbincangan publik yang hangat. Selain itu, permainan serupa yang mirip dengan gelper-gelper lain yang berada di luar Batam tumbuh subur dan menjamur.
Di akhir persidangan, hujan interupsi datang bergantian dari penasehat hukum terdakwa karena jaksa penuntut umum (JPU) berencana akan menghadirkan juga saksi ahli dalam persidangan minggu depan. Mereka antara lain Indriyanto Senoaji, guru besar ilmu hukum Universitas Khrisna Dwipayana (Unkris) Jakarta, Dr Rudi Satrio SH MH, dan Nurul Huda.
“Kami sudah panggil mereka, tapi karena sibuk ya belum bisa hadir,” ujar JPU Antoni. Pada sidang lalu, penasehat hukum (PH) yang mendampingi 11 terdakwa itu terdiri dari Edi Rustandy SH MH, Raja Azman SH, Agus Riawantori SH, Ade Trini Hartaty SH MH, dan Edward Sihotang SH.
Sementara kesebelas terdakwa itu masing-masing, Kian Sang Alias Asan (47), Betty Wijaya (30), Suci (24), Rahma Yunarsih (25), Reni Puspita Sari Hasibuan (21), Minah (26), Syahrianti (26), Akiong alias Wiyono (32), Muhammad Rija alias Amat (31), Minpin Tarigan (32), dan Kok Lie alias Joni (44). (tribun batam/tia)